Wiradnyana, Ketut and Rahayuningsih, Resto Ambar and Simanjuntak, Truman and -, Sarjiyanto and Rarnelan, W. Djuwita Sudjana (2015) AMERTA 33 nomor 1. AMERTA, 33 (1). 01-76. ISSN 0215-1324
|
Text (Perkembangan Religi Prasejarah: Tradisi Masyarakat Gayo, Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Progres PenelitianAustronesia di Nusantara" menekankan pentingnya memahami kebinekaan bangsa Indonesia,)
amerta33 (1).pdf - Published Version Download (21MB) | Preview |
Abstract
Ketut Wiradnyana
Perkembangan Religi Prasejarah: Tradisi Masyarakat Gayo
Keberadaan religi pada masyarakat Gayo sudah berlangsung sejak masa prasejarah. Pemahaman religi pada masa itu diketahui dari sisa aktivitas yang di antaranya masih dikenali dari sisa penguburan di Situs Loyang Mendale dan Loyang Ujung Karang. Pola penguburan dan bekal kubur di situs dimaksud merupakan hal yang paling jelas menunjukkan adanya konsep religi di masa prasejarah. Di dalam prosesnya telah menunjukkan adanya perkembangan dari bentuk yang sederhana ke hal yang lebih kompleks, namun beberapa bagian dari religi lama tampaknya masih dianut hingga ke masamasa kemudian. Untuk memahami perkembangan religi tersebut, maka identifikasi tinggalan arkeologis, baik yang berupa sisa penguburan kerangka manusia, artefak ataupun fitur menjadi pusat kajian. Dalam konsep religi akan dilakukan pendekatan etnoarkeologi, sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa pemahaman akan religi menggunakan alur induktif yang merupakan bagian dari metode penelitian kualitatif. Sejalan dengan itu dilakukan juga wawancara dalam upaya mendapatkan konsepkonsep religi lama yang masih dikenal oleh masyarakat Gayo. Metode tersebut akan menghasilkan pemahaman religi dari masa prasejarah hingga kini dan beberapa bagian dari konsepsi lama yang masih dikenal masyarakat dalam konteks religi di masa kini.
Restu Ambar Rahayuningsih
Pola Makan Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Besoa, Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah
Pola makan terdiri dari tiga hal yang mendasar, yaitu bahan makanan, nutrisi, dan efek jika mengonsumsi makanan tersebut. Pola makan tersebut dapat dilihat pada keberadaan karang gigi (kalkulus) karena terdapat deposit makanan yang dapat digunakan untuk meneliti bahan makanan dan kandungan gizinya. Permasalahan dalam tulisan ini berkaitan dengan pola makan dan penyakit yang ditimbulkan dari bahan makanan yang dikonsumsi. Tujuan penelitian ini adalah untuk merekonstruksi pola makan manusia pendukung budaya megalitik Besoa yang tinggal di wilayah Poso, Sulawesi Tengah berdasarkan temuan gigi di dalam kalamba nomor 28 di Situs Wineki, Lembah Besoa. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis butir pati dan zat gizi dari residu gigi
manusia, serta analisis paleopatologi, dari gigi manusia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Besoa pada masa lalu mengonsumsi padi dan umbi-umbian sebagai bahan makanan dengan pola makan yang berbedabeda. Perbedaan pola makan tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa penyakit gigi, seperti karang gigi, karies gigi, dan atrisi.
Truman Simanjuntak
Progres Penelitian Austronesia di Nusantara
Vol. 33 No. 1, Juni 2015. him. 25-44
Penutur Austronesia di Indonesia menempati posisi yang sangat strategis dalam pemahaman Austronesia global mengingat keletakannya di bagian tengah kawasan sebaran dengan populasi yang terbesar di antara negaranegara penutur Austronesia. Sebagai leluhur langsung populasi Indonesia asli sekarang, kemunculannya ca. 4000 BP menjadikan bidang studi yang sangat penting bagi kehidupan bangsa. Penelitian yang semakin intensif dalam dasawarsa terakhir telah memberikan banyak kemajuan tentang asal usu!, persebaran, dan perkembangan secara sinkronis dan diakronis. Evolusi lokal sebagai basil proses adaptasi lingkungan dan pengaruh luar menciptakan dinamika budaya dari Neolitik ke Paleometalik dan berlanjut ke masa sejarah hingga sekarang. Faktor evolusi lokal dan pengaruh luar itu lambat laun menciptakan kekhasan budaya-budaya lokal, hingga membentuk mozaik kebinekaan bangsa dan budaya Indonesia sperti yang kita lihat sekarang. Luasnya cakupan studi Austronesia dan masih terbatasnya penelitian menyisakan banyak pertanyaan yang belum terjawab, baik dalam kaitannya dengan konteks regional-global maupun konteks nasional. Kondisi 101 merupakan tantangan yang mendorong perlunya intensifikasi penelitian di masa datang.
Sarjiyanto
Potensi Arkeologis Kepulauan Maluku: Penelitian dan Pemanfaatan
Kepulauan Maluku dikenal dunia sebagai tempat produksi, jalur, dan tujuan pencarian rempah oleh negaranegara Eropa pada periode perdagangan masa lampau. Beberapa negara seperti Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris telah memberi pengaruh perkembangan peradaban di Kepulauan Maluku. Beberapa penelitian di situs-situs bekas Kerajaan Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo, dan bekas tempat kekuasaan lokal Orang Kaya di Banda telah memberi gambaran potensi sumberdaya budaya dan arti penting situs-situs itu bagi sejarah Nusantara. Belum semua informasi atau data yang diperoleh langsung dapat dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat yang lebih luas dengan berbagai media komunikasi. Untuk itu diharapkan data dan informasi yang ada dapat dimanfaatkan untuk kepentingan berbagai ha!. Caranya dengan memperlihatkan nilai penting dari basil penelitian situs dan tinggalannya serta memberikan berbagai bentuk pemanfaatannya. Hasil pemanfaatannya antara lain melalui media penyaluran informasi publik.asi, pengeluaran peraturan/kebijakan, tata lingkungan, pengembangan wisata, program pendidikan, pengembangan konsep baru, pengembangan museum. Regulasi yang lebih membuka peluang peran publik dalam pengelolaan dan penyajian benda budaya juga masih perlu dikembangkan. Termasuk di dalamnya peningkatan berbagai bentuk program pameran, pendidikan, dan event yang lebih berorientasi kepada masyarakat.
Model Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya Trowulan Berbasis Masyarakat
Vol. 33 No. 1, Juni 2015. him. 63-76
Penanganan cagar budaya diharapkan tidak sematamata menjadi tanggung jawab pemerintah, masyarakat juga harus diajak berperan aktif. Utamanya, yang terkait langsung dengan kehidupan masyarakat dengan cagar budaya yaitu pemanfaatannya. Apabila pemanfaatan itu tidak dik.elola secara baik. maka yang timbul adalah konflik sosial. Trowulan ditetapkan sebagai Kawasan Cagar Budaya Nasional melalui SK Mendikbud No.260/M/2013 namun penanganan puluhan ribu cagar budaya masih perlu dibenahi. Studi ini dilakukan melalui pendekatan kualitatif: observasi di situs-situs yang dimanfaatkan oleh masyarakat baik dikuasai oleh negara maupun dimiliki masyarakat; wawancara mendalam kepada tokoh-tokoh yang berperan di dalam kehidupan masyarakat, pejabat pemerintah; diskusi kelompok bersama para peneliti, akademisi, pemerhati, pejabat pemerintah; dan kajian legislasi. Hasil studi ini menangkap esensi dari aspirasi masyarakat dalam pemanfaatan Trowulan berbasis masyarakat. Model tersebut bermuara pada manfaat identitas nasional dan kesejahteraan sosial. Semua aspek sating terkait dan memberi umpan balik (badan pengelola, legalitas, cetak biru, dana) sehingga menjadi majemen yang kuat dan berkesinambungan.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Pendidikan > Kebijakan Umum Kemendikbud > Penelitian dan Pengembangan |
Divisions: | Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan > Pusat Penelitian Arkeologi Nasional |
Depositing User: | Mrs Murnia Dewi |
Date Deposited: | 25 Apr 2017 05:10 |
Last Modified: | 25 Apr 2017 05:10 |
URI: | http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/1296 |
Actions (login required)
View Item |