Andika, Saputra and Lenrawati, Lenrawati and Purnamasari, Nurul Adliyah Produk Budaya Masa Neolitik. [Image]
|
Image
POSTER-20201112213-1200x650.png - Published Version Download (1MB) | Preview |
Abstract
Masa neolitikum dikenal dengan masa bercocok tanam, pada masa ini manusia sudah mulai tinggal menetap pada satu wilayah dan melakukan aktivitas pertanian. Alat yang mereka perguanakan seperti beliung persegi, kapak lonjong, mata panah, gerabah, alat pemukul kulit kayu (batu ike) dan perhiasan. Batu ike sendiri menggambarkan kisah pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan sandang, dan menjadi salah satu jejak perkakas industri tradisional. Batu ike ini menggambarkan bahwa kira-kira 3000 tahun silam, pakaian sudah diproduksi secara mandiri, pakaian sendiri bukan sekedar penutup badan, tetapi menyangkut aturan budaya. Batu ike (bark cloth beathers) berfungsi sebagai alat pemukul dan penghalus kulit kayu untuk memenuhi permintaan bahan pakaian yang semakin meningkat dalam periode 3000-2500 tahun silam. Batu ike dalam lapisan periode 3000-2500 tahun silam berada dalam kondisi tidak utuh, hanya potongan alat berukuran panjang 3,2 cm, lebar 2.5 cm dan tebal 1,2 cm. Penggunaan batu ike untuk produksi bahan pakaian kulit kayu terus berkembang luas di sepanjang Sungai Karama hingga periode protosejarah, sebagaimana jejak rekam artefaknya yang ditemukan arkeolog di situs Bukit Kamasi, Karama, Minanga Sipakko, Bonehau, dan Pangale. Batu ike masih terus dipakai hingga masa protosejarah, bahkan sampai sekarang masih dapat dijumpai di wilayah Seko-Rampi, Luwu Utara, Sulawesi Selatan. Bahan pakaian pada umumnya diambil di hutan sekitar Kalumpang dari kulit kayu pohon beringin/Ara (genus Ficus), daluang (Broussonetia papyrifera), serta cempedak, nangka, dan sukun (genus Artocarpus). Kakek buyut orang Kalumpang sampai periode 2500 tahun silam masih memakai pakaian kulit kayu dari bahan sekitarnya sebagai perilaku etis, bukan hanya sekedar menghalau panas dan meredam dingin. Lembaran kulit kayu tipis dililitkan di badan, terutama perut hingga paha atau menutup bagian vital mereka. Cara sederhana lainnya, lembaran kain kulit kayu seukuran badan dilubangi tengahnya untuk memasukkan kepala; tampak menjuntai di depan dan di balakang dengan bagian kedua sisi masih terbuka. Biasanya, mereka menggunakan tali rumput, potongan sisa kulit kayu atau akar untuk mengikat bagian bawah pakaian agar tampak rapi dan menutup badan dengan baik.
Item Type: | Image |
---|---|
Subjects: | Pendidikan > Kebudayaan Pendidikan > Kebudayaan > Arkeologi |
Divisions: | Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan > Pusat Penelitian Arkeologi Nasional > BALAR Sulawesi Selatan |
Depositing User: | Lenrawati Lenrawati |
Date Deposited: | 12 Oct 2020 10:24 |
Last Modified: | 12 Oct 2020 10:24 |
URI: | http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/19166 |
Actions (login required)
View Item |