Perret, Daniel and Astiti, Ni Komang Ayu and Ririmasse, Marlon N.R. and Handini, Retno (2007) AMERTA 25. AMERTA, 25 (-). 01-60. ISSN 0215-1324
|
Text (Jejak-Jejak Persia di Barus, Pemanfaatan Tanah Liat Bakar pada Situs Blandongan dan Candi Jiwa, Dolmen dan Struktur Sosial Masyarakat Tuhaha, Maluku Tengah,Tradisi Pembiatan Ka bit dari Kulit Kayu Pada Suku Mentawai, Sumatera Barat ,)
amerta25.pdf - Published Version Download (16MB) | Preview |
Abstract
Jejak-Jejak Persia di Barus
Daniel Perret*, Heddy Surachman**
Barus terkenal dari Asia Barat sampai Cina sebagai tempat perdagangan kuno untuk kamper dan emas sejak paling tidak pertengahan milenium pertama Masehi.
Penelitian arkeologi yang telah dijalankan dari tahun 1995 hingga tahun 2005 di Barus, dalam rangka kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional dengan Ecole fran9aise d'Extreme-Orient (EFEO), menunjukkan hubungan yang berlangsung lama antara Persia dan Nusantara.
Ekskavasi di situs Lobu Tua khususnya menghasilkan sejumlah artefak asal Persia dari batu dan kaca, serta sejumlah pecahan tembikar yang dipakai di Barus antara pertengahan abad ke-9 M dan akhir abad ke-11. Walaupun analisis mengenai has ii penggalian di situs Bukit Hasang (abad ke-12 hingga awal abad ke-16) belum selesai, sudah jelas bahwa pemakaian benda-benda pennanen asal wilayah TimurTengah pada umumnya menurun drastis di situs tersebut dibandingkan dengan Lobu Tua. Tetapi dua batu nisan dari akhir abad ke-14 dan awal abad ke-15, yang bertuliskan bahasa Persia atau menggunakan tata bahasa Persia, merupakan bukti bahwa hubungan dengan Persia tidak putus sama sekali.
Pemanfaatan Tanah Liat Bakar pada Situs Blandongan dan Candi Jiwa,
di Kompleks Situs Batujaya, Ka bu paten Karawang, Provinsi Jawa Barat
(Studi Bahan Baku Berdasarkan Analisis Laboratorium)
Ni Komang Ayu Astiti
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional
(The National Research and Development Centre of Archaeology)
ABSTRAK. Situs Batujaya yang terletak di Desa Segaran, Kecamatan Batujaya, Kabupaten Kerawang, Provinsi Jawa Barat, merupakan sebuah kompleks percandian yang memanfaatkan tanah liat di sekitarnya sebagai bahan utama pembuatannya. Masyarakat pendukung kompleks percandian ini sudah mengenaJ teknologi pengolahan tanah liat menjadi bata untuk bahan pembuatan candi dan teknologi pembuatan wadah-wadah dari tanah liat bakar. Hal ini dibuktikan dengan hampir seluruh unur (14 buah) candi mempergunakan bahan bata dan banyaknya temuan tembikar disekitar kompleks percandian, baik dalam keadaan utuh maupun dalam pecahan. Hasil analisis laboratoriurn terhadap beberapa sampel tembikar dari situs ini memperlihatkan sifat-sifat fisik dan komposisi unsur kimia yang sangat bervariasi daJam kekerasan, berat jenis, porositas, serapan air, dan suhu pembakaran. Kualitas tembikar juga sangat bervariasi, dipengaruhi oleh kondisi bahan bak:u dan tingkat penguasaan teknologi pembuatannya.
Dolmen dan Struktur Sosial Masyarakat Tuhaha, Maluku Tengah
Marlon N.R. Ririmasse
Balai Arkeologi Ambon
(The Archaeological Sub-Center of Ambon)
Abstrak. Tulisan ini mencoba melihat aspek-aspek sosial dari fungsi dolmen dengan mengkaji hubungan antara dolmen dan stratifikasi sosial pada masyarakat desa Tuhaha Maluku Tengah. Saat yang sama mencoba untuk melihat bagaimana struktur sosial yang bersifat konseptual, diwujudkan dalam bentuk dolmen sebagai data materi dengan segenap atribut simboliknya.
Tradisi Pembiatan Ka bit dari Kulit Kayu
Pada Suku Mentawai, Sumatera Barat
Retno Handini
Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional
(The National Research and Development Centre of Archaeology)
ABSTRAK. Selain tato yang menghiasi seluruh tubuh, cawat yang dibuat dari kulit kayu, yang dikenal dengan nama lokal kabit, merupakan salah satu identitas Suku Mentawai di Sumatra Barat. Kabit ini dahulu merupakan pakaian sehari-hari mereka, akan tetapi saat ini, hanya saman (sikerey) atau orang yang sedang berburu yang memakainya. Cawat ini dibuat dari kulit kayu pohon besar, yang dipukul-pukul dengan pemuk:uJ kayu (panasalat), kemudian digunakan setelah selesai disiapkan. Di kalangan Suku Mentawai, kabit sebagai pakaian kulit kayu telah menjadi tradisi panjang mereka sejak masa prasejarah hingga saat ini. Pakaian kulit kayu tidak pemah ditemukan dari situs-situs neolotik, tentu saja karena telah lapuk, tetapi melalui penemuan-penemuan pemukul kulit kayu yang dibuat dari batu di Situs Minanga Sipakko (Sulawesi Selatan) dan beberapa situs di Kalimantan, merupakan bukti dari pemakaian pakaian kulit kayu ini pada periode neolitik. Oleh karenanya, pembuatan cawat (kabit) di kalangan Suku Mentawai merupakan sebuah jendela masa lalu untuk melihat ke belakang, bagaimana manusia prasejarah membuat pakaian kulit kayu mereka pada sekitar 4.000 tahun yang lalu.
The Origins of The Obsidian Artifacts from Gua Pa won,
Dago and Bukit Karsamanik in Bandung, Indonesia
Stephen Chia*, Lufti Yondri** & Truman Simanjuntak***
* Centre for Archaeological Research Malaysia, Penang
** The Archaeological Sub-Center of Bandung, Indonesia
*** The National Research and Development Centre of Archaeology, Indonesia
Abstrak. Tulisan ini membahas hasil studi tentang sumber bahan baku artefak obsidian yang ditemukan di Gua Pawon, Dago, dan Bu.kit Karsamanik, Bandung. Analisis dilakukan terhadap sejumlah artefak obsidian, temuan ekskavasi di Gua Pawon dan temuan permukaan di Situs Dago dan Bulat Karsamanik. Untuk perbandingan dilakukan juga analisis terhadap obsidian dari Gunung Kendan di Nagrek dan Kampung Rejeng di Garut, dua lokasi sumber obsidian di Jawa Barat.
Item Type: | Article |
---|---|
Subjects: | Pendidikan > Kebijakan Umum Kemendikbud |
Divisions: | Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan > Pusat Penelitian Arkeologi Nasional |
Depositing User: | Mrs Murnia Dewi |
Date Deposited: | 25 Apr 2017 05:05 |
Last Modified: | 25 Apr 2017 05:05 |
URI: | http://repositori.kemdikbud.go.id/id/eprint/1284 |
Actions (login required)
View Item |